Pendahuluan
Puasa
(bahasa Arab: صوم) secara bahasanya boleh diartikan sebagai menahan
diri. Daripada segi istilah syara’ bermaksud menahan diri daripada
makanan atau minuman untuk suatu jangkamasa yang tertentu.
Puasa
artinya menahan diri daripada makan dan minum dan dari segala perbuatan
yang boleh membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hinggalah
terbenam matahari. Umat Islam juga dikehendaki menahan diri daripada
menipu, berkata-kata yang buruk atau sia-sia, dan daripada bertengkar
atau bergaduh. Ini kerana puasa merupakan medan latihan kesabaran,
kejujuran dan bertolak ansur sesama sendiri. Maka secara
tidak langsung, puasa juga menolong menanam sikap yang baik dan
berbudi. Dan kesemuanya itu diharapkan berlanjutan ke bulan-bulan
berikutnya, dan tidak hanya pada bulan puasa.
Puasa (bahasa Arab: صوم)
secara bahasanya boleh diertikan sebagai menahan diri. Daripada segi
istilah syara’ bermaksud menahan diri daripada makanan atau minuman
untuk suatu jangkamasa yang tertentu.
Puasa
artinya menahan diri daripada makan dan minum dan dari segala perbuatan
yang boleh membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hinggalah
terbenam matahari. Umat Islam juga dikehendaki menahan diri daripada
menipu, berkata-kata yang buruk atau sia-sia, dan daripada bertengkar
atau bergaduh. Ini kerana puasa merupakan medan latihan kesabaran,
kejujuran dan bertolak ansur sesama sendiri. Maka secara
tidak langsung, puasa juga menolong menanam sikap yang baik dan
berbudi. Dan kesemuanya itu diharapkan berlanjutan ke bulan-bulan
berikutnya, dan tidak hanya pada bulan puasa.
Puasa Fardhu
Puasa
fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan
syariat Islam. Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain:
a. Puasa bulan Ramadhan
Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
- Yâ ayyuhal-ladzîna âmanûkutiba ‘alaykumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alal-ladzîna min qoblikum la’allakum tattaqûn. Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu terhindar dari keburukan rohani dan jasmani (QS. Al Baqarah: 183).
- Syahru Romadhônal-ladzî unzila fîhil-qurânu hudal-lin-nâsi wa bayyinâtim-minal-hudân wal-furqôn(i). Faman syahida min(g)kumusy-syahro falyashumh(u). wa man(g) kâna marîdhon aw ‘alâ safari(g) fa’iddatum-min ayyâmin ukhor. Yurîdullohu bikumul-yusro wa lâ yurîdu bikumul-‘usro wa litukmilul-‘iddata walitukabbirulloha ‘alâ mâ hadâkum wa la’allakum tasykurûn. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqoroh: 185)
b. Puasa Kafarat
Puasa
kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran
terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban,
sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya
dihapuskan, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara lain :
- Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
- Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
- Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
- Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut, (tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.
Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi:
Orang
yang berpuasa berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka
puasa pada bulan Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari
ditengah-tengah 2 (dua) bulan tersebut, karena kalau berbuka berarti ia
telah memutuskan kelangsungan yang berturut-turut itu. Apabila ia
berbuka, baik karena uzur atau tidak, ia wajib memulai puasa dari awal
lagi selama dua bulan berturut-turut.
c. Puasa Nazar
Adalah
puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan
oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya
bagi dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau
mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah
menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan
berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib.
Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada
hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu
sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari
lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia
bertanggung jawab mengqadhanya.
Puasa Sunnat
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :
1. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya Rasulallah saw. bersabda:
“ Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia
menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada bulan syawal , maka seakan
– akan dia berpuasa selama setahun”.
2. Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah
Pada
suatu hari ada seorng Arabdusun datang pada Rasulullah saw. dengan
membawa kelinci yang telah dipanggang. Ketika daging kelinci itu
dihidangkan pada beliau maka beliau saw. hanya menyuruh orang-orang yang
ada di sekitar beliau saw. untuk menyantapnya, sedangkan beliau sendiri
tidak ikut makan, demikian pula ketika si arab dusun tidak ikut makan,
maka beliau saw. bertanya padanya, mengapa engkau tidak ikut makan?
Jawabnya “aku sedang puasa tiga hari setiap bulan, maka sebaiknya
lakukanlah puasa di hari-hari putih setiap bulan”. “kalau engkau bisa
melakukannya puasa tiga hari setiap bulan maka sebaiknya lakukanlah
puasa di hari-hari putih yaitu pada hari ke tiga belas, empat belas dan
ke lima belas.
3. Puasa hari Senin dan hari Kamis.
Dari Aisyah ra. Nabi saw. memilih puasa hari senin dan hari kamis. (H.R. Turmudzi)
4. Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang tekah lalu dan satu tahun yang akan datang” (H. R. Muslim)
5. Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.
Dari
Salim, dari ayahnya berkata: Nabi saw. bersabda: Hari Asyuro (yakni 10
Muharram) itu jika seseorang menghendaki puasa, maka berpuasalah pada
hari itu.
6. Puasa nabi Daud as. (satu hari bepuasa satu hari berbuka)
Bersumber
dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw
bersabda: “Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah swt. ialah
puasa Nabi Daud as. sembahyang yang paling d sukai oleh Allah ialah
sembahyang Nabi Daud as. Dia tidur sampai tengah malam, kemudian
melakukan ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia gunakan untuk
tidur, kembali Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.”
Mengenai
masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada
hari Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal ini
dibolehkan. Karena yang dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari
Jum’at yang telah direncanakan hanya pada hari itu saja.
7. Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci
Dari
Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga kami mengatakan:
beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami mengatakan:
beliau tidak berpuasa. Saya tidaklah melihat Rasulullah saw.
menyempurnakan puasa sebulan kecuali Ramadhan. Dan saya tidak melihat
beliau berpuasa lebih banyak daripada puasa di bulan Sya’ban.
Puasa Makruh
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain :
1. Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa
pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara
mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
Dari
Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda:
“Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari
sebelumnya atau sesudahnya.”
2. Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari
Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah salah
seorang dari kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua
hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari
itu.”
3. Puasa pada hari syak (meragukan)
Dari
Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada hari yang
diragukan Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian
kaum menjauh. Maka ‘Ammar berkata: Barangsiapa yang berpuasa hari ini
maka berarti dia mendurhakai Abal Qasim saw.
Puasa Haram
Puasa haram adalah puasa yang dilarang dalam agama Islam. Puasa yang diharamkan. Puasa-puasa tersebut antara lain:
a. Puasa pada dua hari raya
Dari
Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata: Saya menyaksikan hari raya (yakni
mengikuti shalat Ied) bersama Umar bin Khattab r.a, lalu beliau
berkata:”Ini adalah dua hari yang dilarang oleh Rasulullah saw. Untuk
mengerjakan puasa, yaitu hari kamu semua berbuka dari puasamu (1
Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu
ibadah hajimu. (Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)
b. Puasa seorang wanita dengan tanpa izin suami
Dari
Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh seorang wanita
berpuasa sedangkan suaminya ada di rumah, di suatu hari selain bulan
Ramadhan, kecuali mendapat izin suaminya.” (Sunan Ibnu Majah, jilid
II, No.1761)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar