Akidah (Bahasa Arab: اَلْعَقِيْدَةُ; transliterasi: Aqidah) dalam istilah Islam yang berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap sebagai salah satu akidah. Pondasi akidah Islam didasarkan pada Hadits Jibril, yang memuat definisi Islam, Rukun Islam, Rukun Iman, Ihsan dan peristiwa hari akhir.
Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah (terminologi): 'akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.[1]
Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid[2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir,
takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih
tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib,
beriman kepada apa yang menjadi ijma'
(konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i
(pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan
menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih.[3]
Pembagian Aqidah Tauhid
Walaupun masalah qadha' dan qadar
menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah
membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang
mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan
pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah
Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di
antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:
- Tauhid Al-Uluhiyyah, (Qs.al-fatihah ayat 4 dan an-nas ayat 3)
mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata. - Tauhid Ar-Rububiyyah, (Qs. al-fatihah ayat 2, dan an-nas ayat 1)
mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini. - Tauhid Al-Asma' was-Sifat,
mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar
(takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping
itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun
yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh
dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir
baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.[4]
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak
ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini
adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu
adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan
Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah
pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam
Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita
beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah
pada surat Yusuf ayat 40.[5]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar