Prof. Dr. H. Muhammad Quraish Shihab menekankan pentingnya kita
mengenal atau ma’rifatullah bahkan puncak dari keberagamaan dan ibadah
kita adalah mencapi posisi tersebut. Salah satu cara mengenal Allah
adalah dengan memahami nama-nama-Nya yang terindah dan terbagus. Tujuan
itu tidak lian agar kita meneladani nama dan sifat Allah itu.
Sebagaimana Rasulullah memberi petunjuk agar setiap muslim berakhlak
dengan akhlak Allah, Takhallaqu bi akhlaqilah (berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah).
Rasanya memang tidak mungkin kita patuh
pada hal yang tidak kita kenal, tidak mungkin, bagaimana mau patuh
sedangkan kita tidak kenal Dia, karenanya dari sisi ibadah, tidak sah
ibadah kalau diperintahkan oleh yang tidak kita kenal, itu sebabnya
dalam Islam semua ibadah yang tidak diperintahkan Allah tidak boleh.
Di dalam Al Qur’an, disebutkan bahwa
kaum musyrik menyembah berhala-berhala, padahal berhala itu sendiri
tidak memerintahkan mereka untuk menyembahnya atau dengan kata lain
berhala itu tidak mengenal mereka dan tidak memerintahkan mereka untuk
menyembahnya.
Hal ini penting untuk kita sadari
mengingat dalam kontek ibadah kepada Allah kita diharuskan mengenal
Allah, walaupun nanti tingkat pengetahuan atau pengenalan itu berbeda-
beda antara satu dengan yang lainnya.
Pengenalan terhadap Allah pun telah
dipersiapkan-Nya dari sejak penciptaan manusia dengan adanya fitrah yang
disematkan dalam diri manusia, baik dahulu maupun sekarang. Atau yang
diistilahkan dengan god spot/Nashiyah (ubun-ubun kepala) yang mendorong kita untuk mengenal Tuhan pencipta kita.
Ketika kita menemukan kesulitan dan
berusaha mencari penyelasaaian ke mana-mana tidak kita temukan pada
akhirnya kita akan kembali kepada Allah. Persis ketika kita
terombang-ambing di atas perahu sendirian tanpa tahu arah tujuan maka
fitrah ini akan menuntunnya untuk meminta pertolongan kepada Tuhan
pencipta alam semesta.
Jalan Mengenal Allah
Ada banyak konsep yang menunjukan kita
untuk mengenal Allah. Dintaranya adalah dengan akal. Karenanya di dalam
Al Qur`an tidak ada pembahasan tentang wujud tuhan, bahkan di perjanjian
Lama dan Baru sekalipun, karena hal itu adalah aksioma. Orang yang
tidak meyakini wujud tuhan maka htinya akan galau dan gelisah.
Namun akal ini terbatas untuk mengenal
Allah, yang terpenting jangan kelewat batas sampai ingin mengenal
zatnya, karena hal ini dipastikan tidak akan bisa. Seperti kita melihat
matahari atau bulan, apakah yang kita lihat itu zat matahari dan bulan,
tidak, yang kita lihat justru pantulan sinar dari matahari dan bulan.
Karenanya cukup bagi kita mengenal
Allah dengan cara memikirkan ciptaan-Nya. Sebagaimana Sabda Nabi saw,
“Berpikirlah tentang ciptaan-Nya dan jangan kalian berpikir tentang
zat-Nya”. Karena kita tidak mungkin sampai pada zat Allah. Memikirkan
ciptaan-Nya saja sunguh mengagumkan dan bahkan tidak sampai pada hakikat
ciptaan-Nya. Jadi cukup dengan lihat bekas-bekas yang ditinggalkan
Allah di alam semesta ini untuk menunjukkan eksistensi Tuhan.
Dulu orang-orang badui berkata, “saya
lihat ada kotoran onta , jika demikian pasti pernah ada onta lewat
disini,” jadi melihat bekasnya, sekalipun kita tidak sempat melihat
wujud atau eksistensi onta tersebut.
Tetapi kita perlu kenal tuhan, kita
disuruh patuh dan untuk itu perlu kenal, bahkan kita disuruh cinta itu
perlu kenal, maka Allah memperkenalkan dirinya, Aku itu wujud..Aku itu
begini dan begitu,.
Pengenalan Allah terhadap dirinya kepada
kita itu unik, keunikannya karena keterbatasan kita dan tidak
keterbatasan Dia. Allah seringkali memperkenalkan nama dan sifat-Nya
dalam Al Qur`an dengan hal yang dikenal nalar kita, bahwa Dia maha
mendengar, Melihat dan lain-lainya, namun harus kita yakini bahwa
mendengar dan melihatNya Allah berbeda dengan mendengar dan melihatnya
kita yang penuh keterbatasan. Sehinga nama dan sifat Allah itu jangan
kita pikir materinya, berarti Allah memiliki telinga dan mulut, hal itu
mustahil kita katakan, karena Allah tidak bertempat dan bukan materi.
Setelah Allah memperkenalkan nama dan sifat-Nya Allah juga menegaskan bahwa Dia laisa kamitslihi sya`un (tidak ada sesuatupun yang seperti sepertinya) yang seperti dengan seprtinya saja tidak ada apalagi yang sama sepertinya.
Allah memperkenalkan diri-Nya, jika kita
merujuk kepada Al Qur`an, Allah memperkenalkan dirinya pertama kali di
surah Iqra`, ada dua sifat Allah disini, khalak dan akram, dua nama itu yang pertama diperkenalkan Allah, memang ada kata Rabb,
apa artinya rabb, kita ambil contoh, si A gagah, wanita itu cantik,
Atau si a peramah, pemurah, kikir, , ini ada dua macam sifat kalau dia
cantik itu sifat pribadinya, yang tidak bisa menular kepada kita, tetapi
kalau pemarah dan pemurah ini bisa menular kepada kita? jadi Rabb
itu Tuhan yang memelihara, mencipta, pokoknya semuanya itu, tetapi ada
sifat-nya yang tidak bisa menular kepada kita, kita ambil misalnya,
sifat Keesaannnya dan Wujudnya Langgeng.
Ada sifat-sifat Allah yang melekat pada
diri-Nya tapi tidak bisa menyentuh makhluk, ada juga sifat-sifatnya yang
menyentuh makhluk. Hal itu terdapat dalam sifat zat dan sifat
perbuatannya, jadi yang mana lebih luas Allah atau Rabb, karena Allah qudus, Allah wahid, Allah razzaq, semuanya itu. Kita kembali bahasa Allah, Dia memperkanalkan diri-Nya, khalak dan akram, kalau di asmaul husna yang diriwayatkan dalam satu riwayat itu ada 99;
إِنَّ للهِ تَعَالَى تِسْعَةً وَ تِسْعِيْنَ اسْمًا مِائَةٌ إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Sesunggunya Allah itu memilki 99 nama, siapa yang ahshaha maka dia masuk surge”
Banyak orang salah dalam memahami kata ahsha.
Kata ini berarti mengetahui secara rinci, jadi bukan hanya sekdar
mengahapalnya satu demi satu sampai 99. Sebab kalau hanya sekedar
meyebutkan jumlahnya hingga mengahpalnya maka ada binatang yang bias
melkukan itu semua, akan tetapi tidak ada binatng yang bias memahaminya.
Karenaya kita harus lebih tinggi dari sekdar menghapalnya yaitu
memhaminya secra dalam dan rinci.
Seperti setiap kita bisa mengucapkan kata ar-rahman
dan bahkan tahu artinya, tetapi untuk mencapai artinya secara rinci dan
dalam kita berbeda-beda. Tetapi untuk memahami lebih jauh apa arti ar-rahman
membutuhkan pengetahuan yang lebih dalam dari sekedar menghapal.
Menghayati makna itu lebih tinggi, dan orang yang menghayatinya, bisa
jadi dia sekedar menghayatinya tetapi tidak merasakan nikmatnya, contoh,
ada seorang murid sangat kagum pada gurunya, sangat senang mendengar
pelajaran-pelajarannya, sangat ingin menjadi seperti dia, bisa saja
suatu waktu dia tidak perhatikan gurunya? Bearrti boleh jadi ada sesuatu
yang menghalanginya untuk memperhatikannya, boleh jadi karena dia
lapar, jadi orang yang sudah menghayatipun itu bisa jadi suatu waktu
tidak merasakan kenikmatannya sehingga dia lengah, itu sebabnya apa yang
dinamai pengenalan itu bertingkat-tingkat, contoh, apakah Anda kenal
SBY? Kalau Anda menjawab kenal itu benar!, tapi kalau Anda menjawab
tidak kenal itu lebih benar! Karena tidak pernah bertemu dan tatap muka.
Contoh lain, seandainya, Allah memperkenalkan dirinya melalui sifat khalak
(yang maha mencipta), saya berikan contoh melalui buku ini, Anda baca,
judulnya menyingkap tabir ilahi, dalam perspekti Al Qur’an pengarangnya
ini…lalu ada yang bertanya kenal pengarangnya?, kalau pun Anda sudah
baca buku ini, belum tentu Anda kenal saya (pengarangnya), kalau pun
Anda sudah baca semua buku saya Anda belum tahu saya dengan pengenalan
yang benar. Ketika kalaupun Anda sudah tahu semua ciptaan Allah sampai
mendetail Anda belum tahu Dia, tetapi Anda sudah dinamai makrifatullah.
Itu sebabnya imam Al Ghazali berkata, kita harus beristighfar kepada
Allah bukan karena kita memberi kepada Allah sifat yang tidak sempurna,
tetapi member-Nya sifat yang sempurnapun kita mesti harus istighfar
karena kesempurnaan kita itu sebenarnya belum sampai kepada tingkat
kesempurnaan Allah, itu sebabnya rasul mengajarkan doa,
سُبْحَانَكَ لاَ نُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ ، أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.
“Ya Allah Maha Suci Engkau, kami tidak bisa memuji-Mu, kalau begitu pujian terhadap-Mu adalah pujian-Mu atas diri-Mu.”
Definisi Asma`ul Husna
Asmaul husna, itu terdiri dari 2 kata asma dan al husna itu bentuk jamak dari isim, isim itu bisa terambil dari kata sumuw sama artinya langit, semua yang berada di atas Anda itu sama’ sumu tinggi, bisa juga terambil dari kata sima’ tanda. Asma bisa diartikan isim/nama, karena nama itu tanda, karena pada hakekatnya nama sebagai penanda ini dan itu. Jadi nama itu tanda, kalau kita katakan asma dari isim maka nama itu harus dijunjung tinggi.
Adapun al husna itu bentuk feminim dari ahsan untuk menunjuk makan laki-laki maka menggunakan itu kata ahsan, sementara untuk menunjuk perempuan digunakan kata husna jadi asmaul husna adalah nama-nama Allah yang terindah, yang terbaik, yang termulia.
Ternyata nama-nama dan sifat Allah itu
tidak terbatas pada angka 99. Ada ulama yang meneliti Al Qur’an
ditemukan 127 nama Allah. Ada imam yang menemukan 137 nama. Adapun Imam
Al Qurtubi menghimpunnya dari para ulama berjumlah 200 nama.
Nama “Allah”
Kata “Allah” sangat popular dikalangan ulama-ulama dulu dan sampai sekarang sangat popular, apa artinya laa ilaaha illa Allah, tidak ada tuhan (yang wajib disembah kecuali Allah). Apa artinya tuhan, menurut para ulama dulu yang kita hormati, kata Allah terambil dari kata ilah artinya yang disembah, kalau kita katakana la ilaaha illa Allah,
maka terjemah harfiahnya tidak ada tuhan yang disembah kecuali Allah,
tetapi kenyatannya ada yang disembah selain Allah, maka terjemah yang
pasnya ditambahi tidak ada tuhan yang wajib disembah kecuali Allah,
selain dari Allah tidak wajib di sembah. Jadi kata Allah terambil dari kata ilah asal katanya dan artinya yang disembah.
Makna kedua, prinsipnya dalam bahasa
kalau ada satu susunan kata, ada satu ucapan yang sudah lurus maknanya
tanpa Anda bumbuhi (dalam kurung ) itu lebih baik daripada Anda Anda
bumbuhi (dalam kurung) atau tambahan. Jika ada satu kalimat yang sudah
lurus dan dipahami tanpa harus ditambah penjelasan embel-embel maka
tidak perlu penjelasan. Menurut penelitian tidak sedikit ulama
berpendapat bahwa ilah itu artinya penguasa alam raya yang menguasai diri Anda, yang menguasai segala sesuatu, yang mengatur segala sesuatu , sekarang lihat laa ilaha illa Allah
apa artinya sekarang? “Tidak ada penguasa, pengatur di alam raya ini
kecuali Allah,” kita ambil ayat Al qur’an coba Anda bandingkan dua
terjemahan ayat ini
لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
“Sekiranya ada di langit dan di bumi
tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka
Maha Suci Allah yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. Al Anbiyaa [21]: 22)
Seandainya di langit dan dibumi ini ada alihah
jamak dari ilah, pastilah langit dan bumi akan hancur. Coba kita
artikan dengan tuhan yang disembah, seandainya dilangit dan di bumi ini
ada tuhan selain Allah yang wajib disembah pasti dia hancur, lalu
bandingkan dengan terjemah, “Seandainya di langit dan di bumi ini ada
penguasa yang mengatur alam raya ini kecuali Allah pasti hancur.”
Kata Allah juga berasal dari kata ya’lahu, bermakna yang menakjubkan yang mengherankan, karena semua ciptaan-Nya itu menakjubkan.
Kalau ingin dibahas hakikat zatnya maka itu akan mengherankan dan alam menjadikan Anda bingung, ingat sabda nabi “Jangan berfikir tentang Allah, pikirkanlah tentang makhluknya,”
kalau Anda merasa bahwa tidak ada yang berkuasa mengatur alam raya ini
kecuali Allah. Makna ini lebih berkesan dalam jiwa Anda ketika Anda
berkata tidak ada pengusa yang menguasai alam raya ini kecuali Allah,
dari pada makna kalimat “tidak ada tuhan yang wajib disembah kecuali
Allah” Yang mana lebih berkesan? Kalau Anda mengatakan yang wajib
disembah itu menjadikan Anda terdorong untuk menyembahnya tapi kalau
Anda berkata tidak ada penguasa alam raya ini kecuali Allah itu
menanamkan dalam jiwa Anda ketenangan, ala bi dzikrillah tathmainul qulub (ketahuilah dengan berdzikir hati menjadi tenang).
Sebenarnya kita ditekankan pada makna
tidak ada penguasa di alam raya ini kecuali Allah, itulah yang
menjadikan Rasulullah saat diancam oleh seseorang, “siapa yang dapat
menyelamatkan kamu dari pendang ini?” Rasululhah jawab, “Allah,” mudah
sekali, karena tidak ada yang berkuasa kecuali Allah, jatuh pedang itu.
Asmaul husna ini bisa diklasifikasi, pertama,
nama-Nya yang khusus, dan tidak boleh disandang orang lain, yaitu nama
Allah dan rahman. Anda tidak boleh menamai makhluk dengan rahman atau Allah, itu nama khusus, boleh juga kita sandangkan kepada makhluk tetapi ditambah nama abdu (hamba) didepanya Abdullallah atau Abdurrahman.
Kedua, nama-nama-Nya dan sifat-Nya yang bisa disandang oleh manusia, seperti kata alim (mengetahui). Dalam Al Qur`an Nabi Muhammad SAW disifati dengan Rauf (lembut).
Ketiga, nama-nama-Nya yang tidak disebut secara berdiri sendiri, harus bergandengan, Allah ya muhyi ya mumit(yang selalu menghidupkan dan mematikan)atau ya dharr ya nafi’ (yang
membri mudharat dan member manfaaat) hal itu dilarang agar jangan
sampai timbul kesan terhadap Allah sesuatu yang buruk sekalipun
kenyataanya memang demikian nama dan sifat Allah.
Al Khaaliq
Allah memperkenalkan dirinya dalam surah Al Alaq dengan khaliq (kata dasarnya khalaqa). Dalam Al Qur`an kata khalaqa (mencipta) disebut berulang-ulang, ada juga kata yaj’al (menjadikan). Jadi adakalanya Allah menyebut dengan khalaqa dan yaj’al. Jika Allah menggunakan kata khalaqa maka dia khaaliq (Maha Mencipta) maka itu menunjukkan kehebatan dan keagungan ciptaannya. Jika Allah berkata menjadikan jalan, maka tekanannya ada manfaatnya, seperti firman Allah ja’ala laku min anfusikum azwajan (Allah menjadikan dari diri kamu pasangan), siapa yang menjadikan itu? Allah.
Allah khalaqa samawati wal ardi
(Allah menciptakan langit dan bumi) dia mencipta semua yang ada dan
ciptaaan-Nya itu mengagumkan, yang sekecilnya pun mengagumkan. Seperti
Allah menciptakan lalat yang kita anggap hina dan remeh tetapi di balik
penciptaanya itu ada hal luar biasa baik yang sudah kita ketahui maupun
belum.
Jadi, Allah memperkenalkan dirinya dalam ayat Iqra` bismirabbikalladzi khalaq (bacalah dengan nama Tuhan-Mu yang mencipta),
Dalam bahasa arab kalau ada satu kata yang tidak disebut objeknya maka
itu mencakup segala sesuatu, sama halnya jika saya katakan begini
“silahkan makanlah” di hadapan anda terhidang berbagi macam menu
makanan, ada gado-gado, rending, opor dan lain sebagainya, maka anda
bebas memilih makan apa saja karena saya tidak menyebutkan objek
menu-Nya. Sehinga tidak perlu anda bertanya saya makan yang mana?
Sama ahalnya dengan perintah “bacalah”
silahkan baca apa saja syaratnya adalah dalam kerangka atau dengan nama
Tuhan-Mu. Dengan demikian Anda bisa mengetahui wujud tuhan itu melalui
ciptaan-Nya. Karena adanya ciptaan Sesutu pasti menujukkan adanya yang
membuat. Seperti Alam semesta beserta isinya ini, tidak mungkin tercipta
dengan sendirinya pasti ada yang menciptakannya. Tidak terlalu berbeda
dalam dunia manusia, jika kita dapati sutu produk yang indah kita pun
bertanya siap yang memproduksinya.
Al Akram
Nama kedua yang Allah perkenalkan akram, dia tidak memperkenalkan dirinya yang kedua itu dengan kata karim, dalam bentuk superlatif, yang paling karim, karim itu maknanya banyak. Karim dalam bahasa terambil dari akar kata yang terdiri dari 3 huruf kaf, ra dan mim,
ini mengandung makna kemuliaan serta keistimewaan sesuai objeknya,
keistimewaan sesuai apa yang disifatinya, kalau saya katakan “dzillun karim,” awan yang karim, pokoknya apa yang indah.
Contoh lain, kalau saya katakana “rizqun karim” apa artinya? apa yang terbaik dalam bidang rizki? Seperti memuaskan, halal, bermanfaat itu artinya rizqun karim. Jika saya katakana zaujun karim, istri atau suami pasangan yang karim, carilah maka yang Anda sukai, bias berupa akhlaknya bagus, pokoknya kariim
yang paling mulia, yang paling baik, dalam bidang yang Anda sukai, jadi
Allah karim, pokoknya Allah karim, ciptaanya karim rizkinya karim,
pokoknya Allah karim.
Ada tiga ayat yang mensifat Allah dengan karim, semuanya menuju kepada-Nya dengan kata Rabb, bismirabbik jadi penganugrah, al karim
adalah dia yang maha Pemurah dengan pemberiannya maha luas dengan
anugerahnya, tidak terlampai oleh harapan dan cita yang tinggi serta
besarnya harapan, dia yang memberi tanpa perhitungan.
Al karim menurut imam Al Ghazali
adalah Dia yang apabila berjanji maka menepati janjinya, bila memberi
maka melampai batas harapan, tidak peduli berapa dan kepada siapa Dia
memberi dan tidak rela bila ada kebutuhan dia memohon kepada selain-Nya,
meminta pada orang lain. Dia yang bila kecil hati menegur tanpa
berlebih, tidak mengabaikan siapa yang menuju dan berlindung kepada-Nya,
dan tidak membutuhkan sarana, atau perantara.
Lebih lanjut Al Ghazali menjelaskan makna dari Allah karim ini antara lain yang disebutkan Dia yang bergembira dengan diterimanya anugerah, Allah itu gembira karena Dia telah memberi, subhanallah,
itu yang saya gambarkan jadi orang itu simpati, dia yang bergembira
dengan diterimanya anugerahnya serta memberi sambil memuji yang
diberinya, contoh ada orang yang ingin memberi sesuatu agak memaksa,
beri saya pahala beri saya doa, ada yang bisa meniru itu, bergembira
kalau diterima pemberiannya, itulah makna Allah ya karim, bergembira
dengan diterimanya, serta memberi sambil memuji yang diberinya, dia yang
memberi siapa yang mendurhakainya, Allah itu karim kepada yang durhaka pun dikasih, bahkan memberi sebelum diminta, kata al karim yang mensifati Allah dalam Al Qur`an semua menuju kepadanya dengan kata Rabb merupakan sifat pertama yang diperkanalkannya pada wahyu pertama, kata-kata itu bersumber dari kata-kata yang sama dengan Rabb memiliki arti berbeda-beda, namun akhirnya mengacu pada makna penyembahan, peningkatan, ketinggian.
Allah diperkenalkan dengan dua nama itu
dulu, kenalilah Allah, dia hebat ini dan ini, sampai disini boleh jadi
ketika Anda melihat kehebatan-Nya, Anda merasa takut, tapi Dia itu akram,
Dia itu baik, maka, ini mendorong orang untuk mendekat kepada-Nya. Saya
kira itu sedikit dari banyak yang mesti kita terangkan tentang asmaulhusna.
Yang terpenting kita ingin mengenal Allah, dan Abu bakar pernah ditanya, hal arafta rabbak (kamu kenal Tuhanmu?) Dia jawab “saya kenal Allah melalui Allah,” ditanya lagi “wa kaifa araftahu
(bagaimana kamu kenal Dia?)”, dia jawab, “Ketidakmampuan mengenal Allah
atau kesadaran bahwa kita tidak mampu mengenal Allah, itulah pengenalan
kepada Allah,” Sadar kalau tidak mampu, sudah sampai sana Anda ragu,
itu sebabnya saya katakan, belum tentu orang yang menjawab tidak tahu,
itu lebih bodoh dari pada yang menjawab tahu, contohnya, orang ditanya
“bisa perbaiki listrik?” Kalau ada orang yang tidak tahu menjawab bias,
terus dia coba-coba lalu gagal, yang mana lebih pinter yang berkata
tidak tahu padahal dia tahu atau berkata tahu dan dia tidak tahu.
Seperti yang dikatakan Abu bakar “saya
sadar saya tidak tahu itulah puncak pengetahuan,” kalau Anda jawab saya
tahu tuhan begini-begini, kalau Anda berkata tahu itu pengenalan yang
sangat dangkal, contoh-contong yang diberikan Allah bukan seperti itu
Allah, itu sebabnya imam Al Ghazali berpendapat untuk mengenal Allah ada
dua caranya;
Pertama, jalan buntu, tidak usah bahas tentang Allah cukup kembangkan jiwa Anda.
Kedua, beri contoh, tetapi ketika
Anda memberi contoh tekankanlah bahwa Allah tidak seperti itu, contoh
konkritnya ada seorang yang belum kawin, saya cerita sama dia hidup
berumah tangga itu rukun dan anak-anaknya baik, itu nikmat luar biasa?
Sementara orang itu belum kawin, lalu dia bertanya “bagaimana nikmatnya
itu,” maka saya bisa terangkan atau tidak? Tidak bias… buntu, karena dia
belum sampai ke sana. Lalu dia memaksa “Tolong saya ingin tahu,” lalu
saya kasih dia contoh, “apa kenikmatan yang kamu ketahui yang paling
enak kamu rasa?” Dia jawab “mungkin paling enak ketemu teman-teman lalu
saya ngobrol dengan mereka, nikmatnya luar biasa, itu puncak
kenikmatannya?” Kalau begitu nikmatnya hidup berumah tangga itu
nikmatnya melebihi kenikmatan kamu bertemu dengan dengan teman-temanmu.
Tergambar atau tidak sekarang? seperti ilulah Allah. Allah razzaak (pemberi rizki), gambarkanlah tapi ketahuilah bahwa apa yang Anda gambarkan itu tidak melebihi-Nya. Nah ini bukan jalan buntu.